Minggu, 11 Juli 2010

- Jelang Final
'Yang Penting Belanda Juara!'


London
- Clarence Seedorf tak peduli kritikan seniornya Johan Cruyff akan permainan Belanda yang pragmatis. Baginya raihan trofi Piala Dunia bagi De Oranje lebih penting dari sekadar bermain indah.

Belanda yang selama ini dikenal dengan Total Football lebih sering gagal menjadi juara dunia. Dua kali mencapai final pada 1974 & 1978, mereka kalah dari Jerman Barat serta Argentina.

Prestasi terbaik mereka hanyalah jadi juara Piala Eropa 1988. Kini kesempatan jadi juara di Piala Dunia kembali terbuka setelah pasukan Bert van Marwijk lolos ke final dan akan melawan Spanyol.

Namun yang jadi masalah adalah Belanda selama turnamen ini menanggalkan Total Football-nya dan lebih bermain secara efisien dan efektif. Kritikan itu pun datang dari Cruyff meski Belanda mampu mencetak 12 gol, lebih produktif dari Spanyol yang hanya tujuh gol.

Bahkan Cruyff pun tak sungkan memilih Spanyol jadi juara karena mereka tetap menganut permainan indah seperti kegemarannya. Jelas ucapan Cruyff itu mengundang reaksi keras dari masyarakat di Negeri Kincir Angin dan salah satunya adalah Seedorf.

"Johan Cruyff mengatakan dia ingin Spanyol menang karena mereka adalah tim sepakbola yang sebenarnya. Cruyff adalah pahlawan nasional namun saya tidak setuju dengannya akan hal ini karena kami adalah orang Belanda," tulis Seedorf dalam kolom di Dailymail.

"Bagi kami adalah yang penting memenangi pertandingan ini dan tak ada yang lain. Tak ada yang mengingatmu jika anda bermain baik atau tidak. Generasiku sudah muak mendengar kami adalah tim bagus yang tak pernah juara," tegas pesepakbola yang bermain bagi AC Milan itu.

"Saya senang melihat dan berlatih sepakbola indah sebagaimana yang Cruyff lakukan. Namun malam ini yang saya inginkan adalah kami menang," lugas pria usia 33 tahun itu.

Memang tak selamanya sepakbola indah itu berakhir indah pula juga. Catat saja The Mighty Magyars dari Hungaria yang dipimpin Ferenc Puskas, Nandor Hidegkuti dan Sandor Kocsis mampu menyihir dunia dengan permainan cantik dan selalu menang dengan skor besar.

Namun kenyataan berbicara lain saat Puskas dkk kalah dari Jerman Barat pada final PD 1954. Tengok pula Jogo Bonito ala Tele Santana di PD 1982 yang digawangi Zico, Socrates, Falcao dan Elder, dan disebut-sebut generasi terakhir Brasil yang menerapkan sepakbola indah indah. Hasilnya? Nihil.

Kini apakah Spanyol akan mengikuti jejak kedua tim itu atau malah Belanda yang harus takluk dari sepakbola indah? Kita tunggu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar